Landasan Pertimbangan Pemanfaatan TIK Untuk Pendidikan

Disusun oleh:
Jubaidah NIM : 0805136125
Liliyanto NIM : 0805136126
M. Azhari NIM : 0805136127

Pendahuluan
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada lima pergeseran dalam proses pembelajaran, yaitu: (1) dari pelatihan ke penampilan, (2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja, (3) dari kertas ke “on line” atau saluran, (4) dari fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja, dan (5) dari waktu siklus ke waktu nyata
Pola pemanfaatan TIK di sekolah meliputi beberapa hal, sebagai berikut : akses ke perpustakaan; akses ke pakar; melaksanakan kegiatan pembelajaran secara online; menyediakan layanan informasi akademik suatu satuan pendidikan; menyediakan fasilitas mesin pencari data; menyediakan fasilitas diskusi; menyediakan fasilitas direktori alumni dan sekolah; dan lainnya. Pengembangan pemanfaatan TIK di sekolah bergantung pada beberapa faktor pendukung yang harus dimiliki.

Dalam pandangan kami melihat kondisi sarana prasarana yang baik akan sangat membantu, terlebih bila lokasi berada di wilayah perkotaan. Dukungan pihak sekolah dalam hal kebijakan ditunjang oleh dukungan dari pihak komite sekolah yang peduli terhadap pendidikan serta dukungan pemerintah dalam program peningkatan mutu pendidikan menjadi hal yang penting dalam pengembangan dan pengelolaan TIK di sekolah. Disamping para siswa ternyata juga sangat antusias dalam pembelajaran berbasis TIK yang dilakukan terlebih bila dilakukan oleh tenaga ahli yang menguasai dengan baik. Berbagai metode dan bentuk pembelajaran berbasis TIK yang bervariasi akan memperkaya proses pembelajaran dilakukan di sekolah.
Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pemanfaatan TIK di sekolah sehingga tidak menghambat pengembangan yang dilakukan. Hal terpenting adalah penguasaan guru terhadap pemanfaatan TIK dalam pembelajaran sehingga dibutuhkan tenaga ahli yang dirasakan masih kurang tersedia di sekolah.
Hal lain yang dirasakan menghambat pemanfaatan TIK di sekolah adalah besarnya investasi yang harus disediakan agar dapat melakukan program pembelajaran. Disamping pola pikir yang masih saja belum berpihak kepada teknologi, baik alasan tidak murah ataupun ketidakmampuan lainnya. 1) Perencanaan yang matang terhadap program pengembangan TIK di sekolah, termasuk aspek perancangan, implementasi dan evaluasi program. 2) Ketersediaan tenaga ahli atau khusus yang menangani sektor TIK sangat mutlak dimiliki, dengan kompentensi atau kualifikasi di bidang teknologi informasi. 3) Adannya jaringan internet dapat digunakan sebagai dasar membangun networking/jejaring antar sejawat maupun sebagai sumber belajar yang tiada batas. Sehingga diharapkan akan timbul inovasi dan meningkatnya kreatifitas unsur yang ada di sekolah. 4) Peningkatan kemampuan guru menjadi hal yang wajib dilakukan mengingat paradigma yang ada sekarang tidak mendukung adanya kemajuan teknologi pada umumnya dan TIK pada khususnya sehingga pendayagunaan fasilitas yang tersedia menjadi tidak maksimal.

Permasalahan
Dalam pandangan tradisional di masa lalu (dan masih ada pada masa sekarang), proses pembelajaran dipandang sebagai: (1) sesuatu yang sulit dan berat, (2) upaya mengisi kekurangan siswa, (3) satu proses transfer dan penerimaan informasi, (4) proses individual atau soliter, (5) kegiatan yang dilakukan dengan menjabarkan materi pelajaran kepada satuan-satuan kecil dan terisolasi, (6) suatu proses linear. Sejalan dengan perkembangan TIK telah terjadi perubahan pandangan mengenai pembelajaran yaitu pembelajaran sebagai: (1) proses alami, (2) proses sosial, (3) proses aktif dan pasif, (4) proses linear dan atau tidak linear, (5) proses yang berlangsung integratif dan kontekstual, (6) aktivitas yang berbasis pada model kekuatan, kecakapan, minat, dan kulktur siswa, (7) aktivitas yang dinilai berdasarkan pemenuhan tugas, perolehan hasil, dan pemecahan masalah nyata baik individual maupun kelompok.

Landasan filosofis
Berdasarkan tinjauan dari falsafah ilmu, setiap pengetahuan mempunyai 3 komponen yang merupakan tiang penyangga tubuh pengetahuan yang didukungnya. Ketiga komponen tersebut adalah kajian filosofi meliputi, Ontologi, epistimologi dan aksiologi. Ontologi merupakan azas yang mengungkapkan ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahan, serta penafsiran tentang hakekat realitas dari objek tersebut. Epistimologi merupakan azaz mengenai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi suatu tubuh pengetahuan. Sedangkan aksiologi merupakan azas dalam menggunakan pengetahuan yang diperoleh dan disusun dalam tubuh pengetahuan tersebut. (Miarso, 2007: 103)
Pada hakekatnya manusia selalu mencari perubahan dalam setiap sendi kehidupan. Dalam faham sistem pendidikan kita yang menganut faham progresivisme, mengakui dan berusaha mengembangkan azas progresivisme dalam realitas kehidupan, agara amanusia bisa survive menghadapi semua tantangan kehidupan termasuk dengan teknologi informasi dan komunikasi. Dengan kata lain dalm kontek pendidikan kita selalu dituntut untuk melakukan inovasi, mencari pola-pola yang tepat untuk mempermudah dalam proses belajar mengajar termasuk diantara dengan senantiasa memanfaatkan teknologi untuk kemajuan pendidiakan. Seperti yang dikatakan oleh Brinkmann (1971) bahwa Teknologi merupakan penerapan ilmu, dengan demikian bahwa dalam penerapan teknologi komunikasi dalam pendidikan diharapakan membuka cakrawalan keilmuan yang dilandasi oleh semangat mencari dan berinovasi dengan segala fasilitas yang diberikan. Oleh karena itu paham progresivisme tidak mengakui kemutlakan kehidupan, menolak absolutisme dan otoritarianisme dalam segala bentuknya.
Nilai-nilai yang diambil oleh filsafat ini bersifat dinamis dan selalu mengalami perubahan, sebagaimana yang dikebangkan oleh Immanuel Khan. Progresivisme juga dianggap sebagai the liberal root of culture maksudnya, nilai-nilai yang diambil oleh faham ini fleksibel terhadap perubahan, toleran dan terbuka, dan menuntut pribadi para penganutnya bersifat penjelajah dan meneliti, guna mengembangkan pengalaman mereka. Tampaknya faham progresivisme menuntut keada para penganutnya untuk selalu maju dalam artian bertindak secara konstruktif, inovatif, reformatif, aktif dan dinamis. Begitu juga halnya dengan pendidikan, paham-paham progresivisme selalu diadopsi guna untuk mencari inovasi yang tepat dalam menunjang proses belajar mengajar (PBM). PBM tidak harus selalu dibatasi oleh ruang dan waktu; tatap muka antara murid dengan guru dalam satu ruang, dan buku sebagai bahan utama dalam pembelajaran (sumber belajar), akan tetapi lebih variatif dan terbuka. Belajar bisa dilakukan dimana saja, dengan cara apa saja dan kapan saja agar tujuan pendidikan nasional bisa tercapai.

Landasan Yuridis
Dari aspek hukum, Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang komprehensif yang mengatur keberadaan TIK serta mengendalikan penggunaan TIK dalam koridor yang bisa dipertanggung jawabkan. Saat ini, RUU Informasi dan Transaksi Elektronik masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya akan disahkan menjadi Undang-Undang. Selain itu, perlu adanya revisi sejumlah peraturan perundang-undangan yang tidak sesuai dengan kondisi serta perkembangan TIK yang semakin konvergen. Saat ini UU Penyiaran dan UU Telekomunikasi merupakan dua domain yang terpisah sehingga belum mampu menjawab kebutuhan akan perkembangan TIK yang semakin konvergen nantinya.
Berdasarkan UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen telah diputuskan bahwa “setiap Guru harus dapat memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik”. Namun pada kenyataannya masih banyak guru-guru khususnya yang berada di marjin perkotaan dan pedesaan belum menguasai apalagi memanfaatkan TIK secara utuh di dalam proses belajar mengajar. Sejumlah kendala infrastruktur jaringan listrik dan telekomunikasi merintangi akses guru ke TIK.

Landasan teoritis
Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan. Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama, kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua, kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga, kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat, kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya. Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dsb. Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal.
Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik. Sejalan dengan pesatnya perkembangan TIK, maka telah terjadi pergeseran pandangan tentang pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas.
Hal itu telah mengubah peran guru dan siswa dalam pembelajaran. Peran guru telah berubah dari: (1) sebagai penyampai pengetahuan, sumber utama informasi, akhli materi, dan sumber segala jawaban, menjadi sebagai fasilitator pembelajaran, pelatih, kolaborator, navigator pengetahuan, dan mitra belajar; (2) dari mengendalikan dan mengarahkan semua aspek pembelajaran, menjadi lebih banyak memberikan lebih banyak alternatif dan tanggung jawab kepada setiap siswa dalam proses pembelajaran. Sementara itu peran siswa dalam pembelajaran telah mengalami perubahan yaitu: (1) dari penerima informasi yang pasif menjadi partisipan aktif dalam proses pembelajaran, (2) dari mengungkapkan kembali pengetahuan menjadi menghasilkan dan berbagai pengetahuan, (3) dari pembelajaran sebagai aktiivitas individual (soliter) menjadi pembelajaran berkolaboratif dengan siswa lain.
Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang.
  1. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak. Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada.
  2. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal.
  3. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran.
  4. Sebagai partisipan, guru tidak hanya berperilaku mengajar akan tetapi juga berperilaku belajar dari interaksinya dengan siswa. Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa.
  5. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luiar mengajar.
  6. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya.
  7. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri bukan sebagai tukang atau teknisi yang harus mengikuti satu buku petunjuk yang baku, melainkan sebagai tenaga yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh daya abstraksi dan komitmen yang tinggi sebagai basis kualitas profesionaliemenya.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
  1. Kemajuan teknologi telah memberikan dampak positif dan negatif kepada setiap penggunanya. Apabila TIK dapat dikelola dengan baik maka akan menjadi lebih bermanfaat untuk membantu kemudahan penggunanya dalam mencapai tujuan hidup.
  2. Landasan pemanfaatan teknologi dalam pendidikan diharapkan mencakup aspek yuridis, filosofis dan teoritis.
  3. Dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi komunikasi dan informasi, maka seharusnya ada perubahan paradigma dalam proses kegiatan belajar mengajar, dimana guru bukan lagi menjadi sumber transfer knowladge akan tetapi menjadi fasilistor.

Sumber Rujukan :
Miarso, Yusufhadi, 2007. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Pustekom DIKNAS, Jakarta
Mohamad Surya ”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Pendidikan Jarak Jauh dalam Rangka Peningkatan Mutu Pembelajaran” disampaikan dalam seminar yang diselenggarakan oleh Pustekkom Depdiknas, tanggal 12 Desember 2006 di Jakarta.
.................., Upaya Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Untuk Meningkatkan Proses Pembelajaran Dalam Rangka Menuju Profesionalitas Guru, http://www.lpmpdki.web.id/Riset-dan-Penelitian/Upaya-Pemanfaatan-Teknologi-Informasi-dan-Komunikasi-TIK.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar