Pendidikan dan Social Status

Pendahuluan
Semua masyarakat di dunia, baik yang amat sederhana maupun yang amat kompleks sifatnya, dalam pergaulan antar individunya ada pembedaan derajat dan kedudukan atau status. Dalam masyarakat yang kecil dan sederhana biasanya pembedaan kedudukan dan derajat itu minim, karna warganya sedikit dan individu-­individu yang dianggap tinggi juga tidak banyak macam dan jumlahnya. Dalam masyarakat yang kompleks biasanya pembedaan kedudukan dan derajat juga bersifat kompleks, karna warganya banyak dan individu yang dianggap tinggi juga banyak macam dan jumlahnya.
Pembedaan kedudukan. orang dalam tiap masyarakat tidak sama. Hal itu sebenarnya berarti bahwa alasan-alasan yang diterima oleh pandangan umum dalam suatu masyarakat untuk mengukur kedudukan apakah yang tinggi, dan kedudukan apakah yang rendah dalam masyarakat itu, berbeda dengan masyarakat lain. Dalam suatu masyarakat yang memandang kekuasaan merupakan alasan pembeda, maka orang yang berkuasa dipandang tinggi dan orang yang tidak berkuasa dipandang rendah. Dalam masyarakat yang memandang kekayaan sebagai alasan pembeda, maka orang kaya dipandang tinggi dan orang miskin dipandang rendah. Dalam masyarakat yang memandang kepandaian sebagai alasan pembeda, maka orang yang berpengetahuan dan berpendidikan dipandang tinggi, sedang orang yang tidak berpengetahuan dipandang rendah.
Status Sosial Merupakan Unsur Lapisan Masyarakat
Status atau kedudukan diartikan sebagai tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial. Status sosial artinya tempat seseorang secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya dan hak-hak serta kewajiban-kewajibannya.[1]
Dengan demikian, seseorang dikatakan mempunyai beberapa status, oleh karena seseorang biasanya ikut serta dalam berbagai pola kehidupan. Misalnya status si A sebagai warga masyarakat, merupakan kombinasi dari segenap statusnya sebagai guru, kepala sekolah, ketua RT, suami nyonya B, ayah anak-anak, dan seterusnya.
Individu dan status terkait erat sehingga sulit dipisahkan, hubungan antara individu dengan status bagaikan hubungan pengemudi mobil dengan tempat atau kedudukan si pengemudi dengan mesin mobil tersebut.
Dalam masyarakat biasanya berkembang dua macam kedudukan yaitu :
a. Ascribed-Status, yaitu kedudukan seseorang dalam masyarakat tanpa memperhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan, kedudukan tersebut diperoleh karena kelahiran, misalnya kedudukan anak seorang bangsawan adalah bangsawan pula. Pada umumnya Ascribed-Status dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, misalnya masyarakat feodal, atau masyarakat dl mana sistem lapisan tergantung pada perbedaan rasial. Narnun demikian, ascribed-status tak hanya dijumpai pada masyarakat-masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup, pada sistem lapisan terbuka mungkin juga ada. Misalnya, kedudukan laki-laki dalam satu keluarga, kedudukannya berbeda dengan kedudukan isteri dan anak-anaknya. Ascribed-status walaupun tidak diperoleh atas dasar kelahiran, tetapi pada umumnya sang ayah atau suami adalah kepala keluarga batihnya. Untuk meujadi kepala keluarga batih, laki-laki tidak perlu mempunyai darah bangsawan atau menjadi warga suatu kasta tertentu. Emansipasi akhir-akhir ini banyak sekali menghasilkan persamaan dalam bidang pekerjaan dan politik, tetapi kedudukan seorang ibu dalam masyarakat secara relatif tetap berada di bawah kedudukan seorang ayah sebagai kepala rumah tangga.
b. Achieved-Status adalah kedudukan yang dicapai oleh seseorang dengan usaha-usaha yang disengaja. Kedudukan tidak diperoleh atas dasar kelahiran, akan tetapi bersifat terbuka bagi siapa saja tergantung dari kematnpuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai tujuan-tujuannya. Misalnya setiap orang dapat menjadi guru dengan memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang kesemuanya terserah pada usaha­usaha dan kemampuan yang bersangkutan untuk menjalaninya.
c. Assigned-Status, merupakan kedudukan yang diberikan. Assigned-status sering mempunyai hubungan yang erat dengan achieved-status. Artinya suatu kelompok atau golongan memberikan kedudukan yang lebih tinggi kepada seseorang yang berjasa, yang telah memperjuangkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Akan tetapi kadang-kadang kedudukan tersebut diberikan, karena seseorang telah lama menduduki suatu kepangkatan tertentu, misalnya seorang pegawai negeri seharusnya naik pangkat secara regular, setelah menduduki kepangkatannya yang lama, selama jangka waktu yang tertentu.[2]
` Berbicara tentang status atau kedudukan tidak lepas dari pembicaraan tentang role atau peranan, sebab peranan merupakan aspek dinamis kedudukan. Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peranan.[3]
Setiap orang mempunyai macam-macam peranan yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya. Hal itu sekaligus berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepadanya.
Masyarakat biasanya memberikan fasilitas-fasilitas pada individu untuk dapat menjalankan peranan. Lembaga-lembaga kemasyarakatan merupakan bagian masyarakat yang banyak menyediakan peluang-peluang untuk melaksanakan peranan. Kadang­-kadang perubahan struktur suatu golongan kemasyarakatan menyebabkan fasilitas­fasilitas bertambah. Misalnya perubahan organisasi suatu sekolah yang memerlukan penambahan guru, pegawai administrasi dIan seterusnya. Akan tetapi sebaliknya, juga dapat mengurangi peluang-peluang, apabila terpaksa diadakan rasionalisasi sebagai akibat perubahan struktur dan organisasi.
Di Indonesia terdapat kccenderungan untuk lebih mementingkan status ketimbang peranan. Gejala tersebut terutama disebabkan adanya kecenderungan kuat untuk lebih mementingkan nilai materialistne. Nilai materialisme di dalam kebanyakan hal diukur dengan adanya atribut-atribut atau ciri-ciri tertentu yang bersifat lahiriah dan di dalam kebanyakan hal bersifat konsumtif. Tinggi rendahnya prestise seseorang diukur dari atribut-atribut lahiriah tersebut, misalnya gelar, tempat tinggal yang mewah, kendaraan, pakaian, dan lain-lain. Hal-hal tersebut memang diperlukan, akan tetapi bukanlah yang terpenting di dalam pergaulan hidup manusia. Memang perlu diakui, bahwa di Indonesia peranan juga mendapat penghargaan tertentu,akan tetapi belum proporsional sifatnya. Padahal menjalankan peranan berarti melaksanakan hak dan kewajiban secara bertanggung jawab. Apabila seorang pegawai negeri, misalnya, lebih mementingkan status dari pada peranannya, maka dia akan menuntut agar warga masyarakat lebih banyak melayaninya (padahal, peranan seorang pegawai negeri adalah memberikan pelayanan kepada warga masyarakat). Faktor inilah yang antara lain yang mengakibatkan terjadinya halangan-halangan di dalam menerapkan birokrasi yang positif,[4]
Di dalam interaksi sosial kadangkala kurang disadari, bahwa yang paling penting adalah melaksanakan peranan. Tidak jarang terjadi bahwa di dalam proses interaksi tersebut, status lebih dipentingkan, sehingga terjadi hubungan-hubungan timpang yang tidak seharusnya terjadi. Hubungan-hubungan yang timpang tersebut lebih cenderung mementingkan bahwa suatu pihak hanya mempunyai hak saja sedang pihak lain hanyalah mempunyai kewajiban saja.
Ukuran atau kriteria yang biasa dipakai untuk menggolongkan anggota-anggota masyarakat ke dalam suatu lapisan adalah sebagai berikut :[5]
1. Ukuran kekayaan, orang yang memiliki kekayaan paling banyak, termasuk dalam lapisan teratas. Kekayaan tersebut misalnya, dapat dilihat pada bentuk rumah yang bersangkutan, mobil pribadinya, cara-caranya mempergunakan pakaian serta bahan pakaian yang dipakainya, kebiasaan untuk berbelanja barang-barang mahal dan seterusnya.
2. Ukuran kekuasaan, orang yang memiliki kekuasaan atau wewenang terbesar, menempati lapisan sosial teratas.
3. Ukuran kehormatan, ukuran ini mungkin terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan ataupun kekuasaan. Orang yang paling disegani dan dihormati, mendapat atau menduduki lapisan sosial teratas. Ukuran semacam ini banyak dijumpai pada masyarakat-masyarakat tradisional. Bisanya mereka adalah golongan tua atau mereka yang pernah berjasa besar kepada masyarakat.
4. Ukuran ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan dipaka untuk menjadi ukuran oleh masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Akan tetapi ukuran ini kadang-kadang menyebabkan terjadinya akibat-akibat yang negatif. Karena ternyata bahwa bukan mutu ilmu pcngetahuan yang dijadikan ukuran, akan tetapi gelar kesarjanaannya. Sudah tentu yang demikian memacu sekaligus memicu seseorang untuk mencoba segala macam usaha untuk mendapatkan gelar, walau tidak halal.
Hubungan Pendidikan dengan Status Sosial
Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya, karena hanya manusia yang dapat dididik dan mendidik. Pendidikan dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, moral, keimanan, dan ketakwaan manusia.[6]
Pendidikan dapat pula dilihat sebagai suatu persiapan bagi struktur pekerjaan dan kita dapat bertanya sampai sejauh mana pendidikan memperbesar peluang-peluang individu untuk meningkatkan status pekerjaannya dibanding dengan, umpamanya, status pekerjaan ayahnya. Dalam memperbandingkan status pekerjaan ayah dan anak, kita memperhatikan mobilitas antar-generasi dan bertanya sampai sejauh mana anak mengikuti jejak ayah dalam hal pekerjaan. Mobilitas juga dapat ditelaah dari segi gerak intra-generasi, atau sejauh mana individu yang sama mengalami perubahan status dalam masa hidupnya sendiri. Dalam kedua hal itu yang kita perhatikan adalah tingkat keterbukaan masyarakat. Secara ekstrim, pada masyarakat terbuka, hubungan antara pekerjaan ayah dan pekerjaan anak bersifat acak. Ini adalah sebuah masyarakat di mana status diperoleh berkat prestasi. Dengan mengetahui pekerjaan seorang ayah, tidak akan membantu kita untuk meramalkan pekerjaan anak-anaknya. Berbeda dengan ekstrim lain dalam masyarakat tertutup, status merupakan bawaan (ascribed) sejak lahir, penyapu jalan melahirkan (calon) penyapu jalan, juru rawat melahirkan (calon) juru rawat, dan guru melahirkan (calon) guru. Akan tetapi dalarn setiap masyarakat terdapat suatu campuran antara prestasi dan askripsi, hubungan timbal balik antara usaha sendiri dan keturunan adalah kompleks dan berubah-ubah.[7]
Jika kita perhatikan dari ukuran stratifikasi sosial yang berupa kekayaan, kekuasaan, kehormatan dan penguasaan terhadap ilmu pengetahuan, maka pendidikan bisa menempatkan seseorang pada kedudukan tersebut.
Seseorang sangat mungkin berstatus sebagai orang kaya, dari hasil pendidikan yang dijalaninya karena dia rnempunyai keahlian yang bisa mendatangkan banyak keuntungan materi. Dengan pendidikan, seseorang bisa menjadi penguasa. Seseorang dapat berstatus terhormat di masyarakat, dan pendidikan terutama pendidikan moral yang mampu dia terapkan dalam kehidupannya.
Pendidikan juga dapat berpengaruh pada status sosial di mana masyarakatnya menghargai ilmu pengetahuan, bahkan penghargaan berupa status yang tinggi bagi orang yang berilmu Penghargaan dari masyarakat ini nampak kita lihat, seorang kiayi, ustazd, da'i maupun guru agama mendapat tempat yang baik dalam masyarakat, namun kadang­kadang terjadi pengkultusan individu terhadap terhadap kiayi ustazd, da'i maupun guru agama tersebut, sehingga nilai-nilai religius yang sudah terpandang dan menyatu pada diri kiyai ustazd, da'i maupun guru agama tersebut luntur dan pudar bersamaan dengan hilangnya nilai-nilai luhur yang pernah dimiliki oleh kiyai ustazd, da'i maupun guru agama tersebut.
Simpulan
Dalam setiap masyarakat pasti terdapat stratifikasi sosial atau lapisan masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya sesuatu yang dihargai yang menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai dapat berupa uang atati benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesalehan dalam agama, atau keturunan keluarga terhormat. Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang dihargai tersebut, akan melahirkan lapisan sosial yang mempunyai berbagai status sosial.
Pendidikan dapat berpengaruh pada status seseorang dalam masyarakat, baik pada pekerjaan, kekayaan, kekuasaan, kehormatan, dan lain-lain.
Daftar Pustaka
1. Soerjono Soekanto, Sosialogi Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002, Cet. 34
2. Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, Bandung,: Pustaka Setia, 1999
3. Udin Saefudi Sa'ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan;Suatu Pendekatan Kornprehensif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, cet. I
4. Philip Robinson, Perspecttives on the Sosiology of Education (Terjemahan; Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan oleh Hasan Basri), Jakarta: CV. Rajawali, 1986

[1] Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Cet. 34, Hal 23p
[2] Ibid, hal. 240-241
[3] Arifin Noor, Ilmu Sosial Dasar, Bandung : Pustaka Setia, 1999, hal. 156
[4] Soerjono Soekanto, Op. Cit, hal. 246-247
[5] Arifin Noor, Op. Cit, hal 167
[6] Udin Saefudi Sa'ud dan Abin Syamsuddin Makmun, Perencanaan Pendidikan; Suatu Pendekatan Kornprehensif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005, cet. I, ha. 6
[7] Philip Robinson, Perspecttives on the Sosiology of Education (Terjemahan; Beberapa Perspektif Sosiologi Pendidikan oleh Hasan Basri), Jakarta: CV. Rajawali, 1986, hal. 286



Tidak ada komentar:

Posting Komentar